Mataram, 29 Mei 2025 — pttogel Publik kembali diguncang oleh kasus kematian janggal anggota kepolisian. Kali ini, peristiwa memilukan itu menimpa Brigadir Nurhadi, seorang anggota Polri yang bertugas di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB). Kematian Brigadir Nurhadi yang awalnya dilaporkan sebagai insiden biasa kini berubah menjadi sorotan nasional setelah terungkap adanya indikasi pelanggaran prosedur dan dugaan kekerasan sebelum korban ditemukan tewas.
Dalam perkembangan terbaru, dua personel Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda NTB resmi dipecat secara tidak hormat karena dinilai terlibat dan lalai dalam penanganan kasus yang berujung pada kematian Nurhadi. Pemecatan ini menjadi bagian dari langkah tegas institusi Polri dalam menegakkan prinsip “Presisi” dan reformasi internal, namun masyarakat menuntut lebih: transparansi, keadilan, dan penegakan hukum secara utuh.
Kronologi Singkat: Kematian yang Sarat Tanda Tanya
Peristiwa ini bermula pada awal April 2025, ketika Brigadir Nurhadi ditemukan meninggal dunia dalam kondisi mencurigakan di salah satu fasilitas milik institusi kepolisian. Laporan awal menyebutkan bahwa Nurhadi meninggal akibat insiden kecelakaan atau sakit mendadak. Namun, kecurigaan keluarga muncul setelah melihat sejumlah luka tak wajar di tubuh korban saat proses pemulasaran jenazah.
Keluarga kemudian mendesak autopsi ulang dan menolak versi resmi. Tekanan dari masyarakat sipil dan media membuat Polda NTB membuka kembali kasus ini. Setelah dilakukan penyelidikan internal yang melibatkan tim Mabes Polri, ditemukan adanya indikasi kuat pelanggaran SOP dan kekerasan fisik yang tidak bisa dijelaskan secara logis.
Dua Anggota Propam Dipecat: Langkah Tegas atau Pengalihan Isu?
Kapolda NTB, Irjen Pol Bagus Putra, dalam konferensi pers mengumumkan bahwa dua anggota Propam dinyatakan bersalah atas kelalaian berat dan tindakan tidak etis dalam menjalankan tugas pengawasan terhadap Brigadir Nurhadi. Keduanya diputuskan dipecat secara tidak hormat (PTDH) setelah menjalani sidang etik internal.
“Ini bagian dari komitmen institusi dalam membersihkan oknum dan menjaga integritas Polri di mata publik,” ujar Kapolda.
Namun, sejumlah aktivis dan pengamat hukum menilai bahwa pemecatan ini belum cukup. “Kalau benar ada unsur pidana, maka pelakunya harus diproses secara hukum pidana, bukan hanya etik. Pemecatan saja tidak akan memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban,” kata Arman Lase, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Nusantara.
Propam dalam Sorotan: Lembaga Pengawas yang Butuh Diawasi
Ironisnya, kedua personel yang dipecat merupakan bagian dari Divisi Propam, lembaga internal Polri yang justru bertugas untuk menjaga disiplin dan profesionalisme anggota. Fakta ini menunjukkan bahwa pengawasan internal Polri masih memiliki banyak celah, terutama di tingkat daerah.
Kasus Nurhadi mempertegas pentingnya reformasi menyeluruh dalam tubuh Polri, termasuk mekanisme pengawasan yang lebih independen dan partisipatif. Sejumlah pihak mendorong agar pengawasan internal tak hanya bersifat internal, tapi melibatkan unsur eksternal independen, seperti Kompolnas atau Ombudsman.
Tuntutan Keluarga dan Masyarakat Sipil: Autopsi Ulang dan Penyelidikan Terbuka
Pihak keluarga menyatakan belum puas dengan langkah pemecatan tersebut. Melalui kuasa hukumnya, mereka meminta pengusutan pidana terhadap semua pihak yang diduga terlibat, termasuk oknum lain yang disebut-sebut mengetahui kejadian namun memilih diam.
“Kami akan terus menuntut keadilan. Kematian Nurhadi bukan kecelakaan, tapi ada unsur kesengajaan. Kami minta autopsi ulang dengan melibatkan tim forensik independen,” kata Siti Mariana, kakak almarhum.
Desakan untuk transparansi juga datang dari masyarakat sipil. Aliansi Mahasiswa dan Aktivis NTB (AMAN) bahkan menggelar unjuk rasa di depan Mapolda NTB dan kantor Gubernur, menuntut pengusutan terbuka dan tidak ditutup-tutupi.
Mabes Polri Ambil Alih Penanganan?
Seiring dengan meningkatnya tekanan publik, muncul kabar bahwa Mabes Polri akan mengambil alih penanganan kasus ini, untuk memastikan proses berjalan adil dan objektif. Kadiv Humas Polri, Brigjen Pol Sandi Nugroho menyatakan bahwa pihaknya tengah melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk kemungkinan penyelidikan ulang oleh Bareskrim.
“Kami memahami keprihatinan publik. Kami pastikan tidak ada yang ditutup-tutupi. Siapa pun yang bersalah akan diproses,” ujar Brigjen Sandi.
Langkah ini dinilai positif oleh banyak pihak, tetapi tetap memerlukan pengawasan ketat dari publik dan lembaga independen agar tidak berhenti di tengah jalan atau berujung pada impunitas.
Penutup: Ujian Bagi Reformasi Kepolisian
Kasus kematian Brigadir Nurhadi bukan hanya tragedi personal, tetapi juga ujian besar bagi integritas dan reformasi institusi Polri. Dalam situasi di mana kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum sedang diuji, transparansi dan akuntabilitas menjadi kata kunci.
Langkah awal sudah diambil dengan pemecatan dua personel Propam. Namun publik menanti langkah lanjutan yang lebih tegas, termasuk pengusutan pidana, autopsi ulang, dan perlindungan terhadap saksi serta keluarga korban.
Reformasi Polri tidak boleh hanya menjadi slogan. Kasus Brigadir Nurhadi bisa menjadi momentum penting untuk memperbaiki sistem dari dalam dan membuktikan bahwa hukum memang berlaku untuk semua, termasuk aparat negara.
sumber artikel: www.igengaming.com